Sabtu (26/03) — HMPS AFI menyelenggarakan salah satu hajat perbincangan yang menjadi grand program kerja, yakni Sarasehan Filsafat dengan mengusung tema “Masa Depan Filsafat: Antara Kesalehan dan Kebid’ahan”. Diselenggarakan di Gedung Graha UIN Raden Mas Said, acara sarasehan dimulai pukul 07.30 WIB.
Raha Bistara S.Ag., M.Ag dan Fitri Cahyanto S.Ag, yang merupakan alumnus AFI UIN Raden Mas Said, menjadi figur pembicara dalam acara sarasehan filsafat tersebut. Dibuka dengan penampilan monolog puisi kian memberikan nuansa acara yang semakin meriah dan menarik.
Mengusung angle tema masa depan filsafat dalam bingkai antara kesalehan dan kebid’ahan, bermaksud untuk memberikan satu penjelasan tentang semesta pemahaman filsafat yang dalam pandangan umum dinilai sebagai satu disiplin ilmu yang oleh beberapa kalangan dinilai ‘berbahaya untuk dipelajari’, dan harus dijauhi. Sehingga, stigma bahwa filsafat sebagai satu disiplin ilmu yang dijauhi haruslah di-brakdown secara komprehensif. Sungguhkah, diskurus filsafat harus dijauhi dalam kehidupan, atau harus diisolasi dari dunia ilmu pengetahuan?
Raha Bistara S.Ag., M.Ag memberikan penjelasan dengan menyinggung hubungan filsafat dan agama, sebagai satu worldview yang satu sama lainnya tak bisa dipisahkan. Bahkan, cenderung harus diharmonisasikan. Antara filsafat dengan agama sesungguhnya adalah dua hal yang tidak perlu didikotomikan. Kehidupan sebagaimana dianalogikan dengan logika cinta, berada dalam kondisi antara enjoyment dan kontemplatif. Kondisi enjoyment yang dalam arti bahwa manusia harus menikmati proses cinta itu sendiri, sedangkan kondisi kontemplatif merupakan satu kesadaran untuk terus mencari landasan rasional akan cinta itu sendiri.
Dalam hal ini, posisi agama membawa kondisi enjoyment, sedangkan filsafat berposisi memantik kesadaran kepada manusia untuk senantiasa melakukan tindak kontemplasi terus-menerus dalam perjalanan kehidupan yang sedang ia jalani. Sehingga ini berarti bahwa diskurus ke-filsafat-an dan dalil-dalil agama adalah dua hal yang tidak perlu dipisahkan satu sama lain.
Fitri Cahyanto S.Ag, membawa pemahaman kembali bahwa filsafat adalah ibu dari segala ilmu pengetahuan, dengan merunut akar historisitas persentuhan filsafat dengan sejarah pemikiran manusia yang membawa perubahan dalam peradaban dunia. Disiplin filsafat diakui tidak adalah disiplin pemikiran yang berhasil membentuk scientific method yang pada akhirnya melahirkan cabang-cabang ilmu pengetahuan, bahkan dalam wilayah teknologi tidak bisa dipungkuri bahwa filsafat berperan penting di dalam proses softifikasinya. Pun, kecanggihan teknologi yang bisa kita nikmati saat ini tidak lain juga merupakan produk disiplin filsafat (dalam dunia sains dan teknologi)—dan sekaligus adalah objek kajian dari filsafat itu sendiri.
Lalu bagaimana dengan masa depan filsafat? Dalam saresahan yang berlangsung culup diskursif, pembicara kemudian memberikan satu pandangan bahwa filsafat adalah proses berpikir yang menjadi ruh dasar kehidupan ini berjalan. Sehingga, filsafat di masa depan akan selalu include dalam perjalanan hidup manusia dan tidak akan hanya terjebak dalam ruang sempit pendikotomian istilah.
Dengan kata lain, filsafat di masa depan memungkinkan akan menghantarkan manusia menuju kesalehan, juga sekaligus kebid’ahan—dalam arti bid’ah yang membawa kebaharuan—melalui jalan, yakni tentu dengan mengoptimalkan concern dalam semesta dialogis pemikiran-pemikiran yang bersifat epistemologis. [hmps22]