Pada tanggal 7 Juni 2024, HMPS Aqidah dan Filsafat Islam UIN Raden Mas Said Surakarta mengadakan seminar nasional Filsafat dengan pemateri tokoh filsafat fenomenal di Indonesia yakni Dr. H. Fahruddin Faiz, M.ag. Dalam kesempatan kali ini, Himpunan Mahasiswa Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam mengangkat judul “ THE ART OF LOVING : MENJAWAB KEGELISAHAN DENGAN KEBIJAKSANAAN”. Tema ini diangkat karena menjawab permasalahan secara global manusia diera ini. Karna sesungguhnya cinta akan hadir dan timbul dalam setiap manusia. Maka perlu diingat bahwasanya kesalahan beratasnamakan cinta sebenarnya hal ini bukan suatu hal yang dibenarkan. Maka, bagaimana caranya agar cinta dapat dipelajari seperti kita belajar kesenian. Analoginya adalah setiap orang dapat berseni namun, akan lebih indah jikalau seni tersebit diperdalami dengan cara dipelajari. Begitu pula dengan cinta. Cinta itu indah namun akan lebih indah jikalau bercinta dengan menggunakan rasional terlebih dahulu. Karena dizaman yang serba ada banyak Masyarakat yang merugi karena berawalan dasar cinta.
Acara dimulai pukul 08.00 pagi, yang pandu oleh MC, setelahnya seminar dibuka langsung dan dibarengi sambutan dari wakil Dekan 3 Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Dr. H. Lukman Harahap, S.Ag., M.Pd. setelah pembukaan dan sambutan selesai, dilanjutkan dengan sesi penampilan. Penampilan diisi oleh pencak silat pagar nusa yang di tampilkan oleh mahasiswa Aqidah dan filsafat islam, Muhammad Fikar Nuruzzaman. Selanjutnya acara inti yang dipandu oleh moderator. Pada kesempatan kali ini moderator seminar yakni Farkhan Fuady, S.Ag., yang merupakan demisioner pengurus HMJ Aqidah dan Filsafat Islam UIN Raden Mas said suarakarta tahun 2019. Sebelum memasuki acara inti beliau moderator memberikan pra kata prolog materi sebagai pendahuluan sebelum pemateri masuk.
Selanjutnya, diikuti dengana acara inti yang disampaikan langsung oleh Bp. Dr. H. Fahruddin faiz, M.Ag. sebagai pembuka kata beliau mengutarakan bahwasanya cinta adalah fitrah, yang Dimana semua insan pasti merasakan keberserian dari cinta itu sendiri. Namun dalam era modern ini, manusia memiliki orientasi cinta yang berbeda-beda. Ada yang cinta karena hakikat siapa yang dicintai, ada yang beroientasi ekstrem seperti hal yang dicintai tidak boleh terusik oleh siapapun. Ada yang berorientasi bahwasanya menjaga cinta atau menimbun cinta, dan ada yang berorientasi bahwasanya cinta harus menjadi komoditas keuntungan yang diperoleh harus sama sesuai modal yang dikeluarkan. Bahwasanya cinta juga bisa saja menjadi watak, Jika seseorang hanya mencintai satu orang saja, dan tidak peduli terhadap yang lainnya, ini bukanlah cinta, namun ‘egoism yang diperluas’.
Beliau juga menyampaikan bahwasnya unsur dasar cinta, haruslah didasari dengan pengetahuan, kehormatan, kepedulian, dan juga kebertanggung jawaban. Empat dasar ini merupakan unsur terpenting yang menjadikan orang dalam bercinta. Dalam penyampaiannya be;iau juga menjelaskan bahwasanya objek cinta bermacam-macam, yakni cinta erotis, cinta yang berlandaskan karena mudah terperdayanya oleh keinginan seksual. Objek yang kedua yakni cinta persaudaran, yakni poros keutamaan dalam hal ini cinta terhadap sesama manusia, terutama pada orang miskin, menderita, terancam dan asing. Selanjutnya, ada juga objek cinta mengenai cinta keibuan, hakikatnya cinta dalam hal ini merupakan tugas yang sulit, cinta menuntut sifat tidak mementingkan diri sendiri, kemampuan memberikan segalanya, tidak menghendaki apa-apa selain kebahagiaan orang yang dicintai. Selanjutnya ada obyek cinta terhadap diri sendiri. Cinta terhadap manusia lain merupakan sebuah keluhuran, maka cinta terhadap diri sendiri pula juga merupakan sebuah keluhuran karena ddiri kita juga manusia. Namun dalam hal ini, bukan berarti cinta terhadap diri sendiri akan mengelakan orang lain, justru hal demikian merupakan definisi seseorang yang tidak tahu eksistensial dirinya untuk peduli dan mencintai. Ia hanya menutupi dan mengkompensasi kegagalannya untuk memahami diri secara benar. Dan yang terakhir adalah objek cinta kepada Allah. Cinta kepada Allah merupakan Rahmat. Dalam hal ini kita dapat bertajuk pada berbagai arah dimensi, dimensi patrilineal mencintai allah seperti seorang ayah yang adil, memberi pahala dan menyiksa. Secara dimensi matrilineal, menicintai allah seperti seorang ibu, yang mengampuni, menyayangi, penolong dan menyelamatkan.
Acara berlangsung dengan lancar, dengan penutupan pemberian cindera kasih dari panitia untuk pemateri dan moderator. Selanjutnya pula dilanjutkan dengan sesi foto Bersama. Acara ditutup pukul 11.25 WIB. Semoga rasa keharmonisan pada kegaiatan akademik seperti ini akan langgeng dan terus istiqomah dikalanagan UIN Raden Mas said Surakarta.