Selasa, 30 April dosen Prodi Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (FUD) UIN Raden Mas Said Surakarta mengadakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Pondok Pesantren Darul Afkar Klaten. Tema kegiatan tersebut adalah Islam dan Kearifan Lokal Jawa: Simbiosis Menuju Masyarakat Madani. Kegiatan ini dihadiri oleh para dosen UIN Raden Mas Said dari Prodi AFI FUD sejumlah 3 orang yaitu Prof. Dr. H. Syamsul Bakri, S.Ag., M.Ag., Dr. Mahbub Setiawan, S.Ag., M.Ag. dan Krisbowo Laksono, S.Ud., M. Hum. beserta para pengurus PP Darul Afkar, para santri dan masyarakat sekitar. Acara dimulai dengan dibuka oleh perwakilan dari PP Darul Afkar Bapak Agus Wahyudi sekaligus ucapan selamat datang dan ucapan terima kasih atas program yang diberikan kepada PP Darul Afkar Klaten.
Selanjutnya Prof. Dr. H. Syamsul Bakri menyampaikan, agama Islam masuk ke wilayah Nusantara, khususnya di daerah pulau Jawa secara damai dan adaptif. Maksudnya, Islam mampu hidup berdampingan dengan tradisi-tradisi masyarakat yang sudah ada sebelumnya. Dari sinilah terladi akulturasi antara nilai-nilai Islam dengan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat Jawa. Sejumlah contoh akulturasi budaya masyarakat nusantara dengan ajaran Islam yang kini masih lestari adalah arsitektur bangunan Masjid Agung di Demak, seni ukir kayu kaligrafi, pagelaran wayang kulit, tradisi ritual bulan suro, penamaan bulan di dalam kalender Jawa.
Dr. Mahbub selanjutnya menambahkan Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsentrasikan sebagai kebijakan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local Knowledge” atau kecerdasan setempat “local Genius”. Sains modern dianggap memanipulasi alam dan kebudayaan dengan mengobyektifkan semua kehidupan alamiah dan batiniah dengan akibat hilangnya unsur “nilai” dan “moralitas”. Sains modern menganggap unsur “nilai” dan “moralitas” sebagai unsur yang tidak relevan untuk memahami ilmu pengetahuan.
Penting dicatat, bahwa kehadiran kearifan lokal bukanlah wacana baru dalam kehidupan kita sehari-hari. Kearifan lokal sebenarnya hadir bersamaan dengan terbentuknya masyarakat kita, masyarakat Indonesia. Eksistensi kearifian lokal menjadi cermin nyata dari apa yang kita sebut sebagai hukum yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat. Ini berarti, masyarakat adat merupakan 70-80 persen dari semua masyarakat di dunia. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berada di Indonesia yang tersebar berbagai kepulauan.
Krisbowo Laksono, M.Hum memaparkan, masyarakat madani berasal dari bahasa Inggris “civil society”, sebenarnya berasal dari kata Latin “civitas dei” yang berarti kota Ilahi, dan “society” yang berarti masyarakat. Kata “civil” kemudian berkembang menjadi kata “civilization” yang berarti peradaban. Maka, masyarakat madani dapat dipahami sebagai konsep yang mengacu pada sebuah masyarakat yang memiliki kemandirian dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi, dan politiknya.
Masyarakat madani mempunyai norma-norma yang baik dalam membangun, memaknai, dan menjalani kehidupannya. Hal ini termasuk kemampuan masyarakat dalam melakukan kritik terhadap pemerintah, mengatur dirinya sendiri, serta memperjuangkan hak dan kepentingannya.