Resensi Buku
Oleh: Abdul Wahid
Judul Buku : Buat Apa Sholat? Menggali Makna Batin, Mereguk Ajaran Para Sufi
Penulis : Haidar Bagir
Penerbit : Penerbit Mizan
Cetakan : Edisi ketiga, Cetakan ke-I
Tebal : 284 halaman
ISBN : 978-602-441-208-1
Sholat merupakan rukun Islam yang kedua sesudah dua kalimat syahadat. Ini menandakan pentingnya sholat bagi mukmin dan muslim, karena setelah kita beriman dan bersyahadat jika kita tidak menjalankan sholat, maka akan sia-sia iman dan islam kita. Sebagaimana Hadits Nabi :
“Iman itu dipercaya dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan (H.R. Ibnu Majjah)”.
Perintah sholat juga terdapat dalam firman Allah SWT dalam Surat Al-Ankabut, ayat 45: “Bacalah kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah sholat. Susunggunya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan ketahuilah mengingat Allah (sholat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Ankabut :45).
Dalam firman Allah SWT tersebut, selain perintah sholat, juga disebutkan bahwa sholat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, apabila dilakukan dengan sebenarnya sholat serta keutamaanya melebihi ibadah yang lain. Jadi secara logis, orang yang melakukan sholat tetapi masih berbuat keji dan munkar, berarti orang itu tidak menjalakan sholat dengan benar. Inilah problem yang banyak terjadi. Karena orang yang melakukan sholat dengan benar harus didahului dengan iman yang benar dan orang yang beriman dengan benar akan berusaha menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Walakin, masih banyak orang yang sholat hanya untuk menggugurkan kewajiban tanpa tahu dan tak mau tahu tentang makna dan keutamaanya. Buku Haidar Bagir ini mencoba mengulik makna batin dan keutamaan sholat lewat cercahan ajaran sufi serta menambah bagi kita yang tak tahu dan belum tahu tentang kemantapan dan kenikmatan dari sholat.
Dan, buku ini juga menyuratkan kritik terhadap kesalah-kaprahan tentang tasawuf, yang menyatakan iman tetapi meninggalkan sholat dengan alasan bahwa ketika sudah mencapai hakikat, maka ritual-ritual tidak perlu bahkan tidak boleh dilakukan karena dianggap ritual hanya sebatas bentuk fisik belaka.
Dalam pengantarnya M. Quraish Shihab mengurai makna sholat. Yaitu do’a, permohonan dari yang rendah ke yang tinggi, amr (perintah)-permintaan yang tinggi ke yang rendah sedangkan permintaan di antara pihak yang setara disebut iltimas (hal, 15).
Sholat adalah do’a, makna ini menandakan sungguh betapa kecil dan hina dinanya kita, yang patut selalu merefleksi dan introspeksi diri. Tanpa kegagahan, tanpa kekuatan-Nya, yang ada hanya ketakberdayaan kita dihadapan-Nya.
Bagian awal buku ini membabarkan ruh sholat yang dapat kita petik dan ambil hikmahnya. Mulai dari syarat dan rukunnya. Seperti misalnya, sholat bisa menambah kreatifitas, efektifitas kerja dan pencerahan.
Orang yang sholat dengan benar, tidak akan sombong dan merendahkan orang lain bahkan dalam pikiran sekalipun. Haidar Bagir mengambil contoh dari kisah Imam Shodiq. Ketika A’bid (orang yang taat beribadah) dan Fasiq (orang yang selalu berbuat keburukan) masuk masjid dan melakukan sholat, mereka keluar menjadi terbalik.
Ternyata, ketika Fasik masuk masjid dan melihat A’bid, hatinya hancur, sebaliknya, ketika A’bid melihat Fasiq, Ia malah bergumam dalam hati tentang si Fasiq yang memasuki masjid, yang menurutnya milik orang mukmin (hal, 55).
Dalam sholat kerendahdirian pun itu diaplikasikan. Ini penting untuk mengendalikan ego yang dapat merusak diri sendiri ataupun hubungan dengan orang lain. Maka dari itu orang yang sholat tidak akan merusak hubunganya dengan orang lain.
Juga, manusia memiliki empat nafsu, yaitu amarah, lawwamah, sufiyyah yang ketiganya itu memiliki dampak negatif jika tidak diminimalisir oleh sifat yang keempat yaitu muthma’innah, yang ternyata memiliki akar kata yang sama dengan thuma’ninah.
Thuma’ninah merupakan salah satu rukun sholat yaitu berdiam sejenak. Diam di sini berarti tenang serta fokus. Maka sholat dengan thuma’ninah bisa menjadi latihan dan sarana guna meningkatkan jiwa kita sehingga mencapai derajat jiwa yang tenang (hal, 73).
Di bagian kedua, kita diajak merangsek ke dalam, untuk menghayati, menggali makna batin dari cercahan ajaran sufi. Kita akan merasakan nikmat serta hikmah dari cercahan ajarannya.
Di sini Haidar Bagir mengambil cercahan ajaran atau kitab yang telah ditulis oleh para Sufi. Pemaknaan sholat masuk lebih dalam keranah batin, seakan, kita pembaca diajak untuk menggalinya.
Bagi orang yang tak tahu dan belum tahu, seruan keutamaan dan hikmah dari sholat yang sebenarnya bisa kita ambil, baik di dunia maupum di akhirat, sangatlah penting. Penulis atau mungkin kita, pernah mendengar kalimat “jika keutamaan dan hikmah sholat dapat dilihat maka tidak akan ada orang yang meninggalkanya”.
Kalimat itu seakan petunjuk. Walakin, masih banyak orang yang mengabaikan, seakan kalimat itu hanya gurauan belaka. Kalimat itu sebenarnya mengajak kita untuk mencari, menggali, dan merengkuhnya.
Pernyataan-pernyataan para Sufi dalam buku ini dapat kita petik dan gali, melalui penghayatan guna meningkatkan kualitas sholat kita.
Seperti misalnya, Jalaluddin Rumi, ia mengatakan bahwa sholat adalah simbol seluruh kehidupan seseorang. Lewat sholat, kita mendapatkan cahaya petunjuk yang akan membimbing kehidupan kita. Sholat juga merupakan percakapan paling dalam dan mesra antara pecinta dan yang dicinta (hal, 104).
Rumi memaknai sholat sebagai simbol hidup seseorang, seakan tanpa sholat orang itu tak eksis. Lebih dalam, Rumi juga mengungkap bahwa sholat adalah percakapan mesra antara pecinta dan yang dicinta.
Bukan hanya Rumi, dalam buku ini terdapat penghayatan-penghayatan dari Sufi dan Filsuf lain, seperti Al-Hujwiri, Ibn ‘Arabi, Imam Sya’rani, Imam Al-Ghazali, Abu Tholib Al-Makki, Ibn Al-Qayim Al-Jawziyah, Syah Waliyullah Al-Dihlawi, Ibn Sina, Ayatullah Khomaeni, Muhammad Iqbal, dan Murtadha Muthahhari.
Penghayatan mereka tentang sholat dapat kita petik dan dijadikan pelajaran. Semoga kita dapat terus meningkatan kualitas sholat kita, bukan hanya untuk menggugurkan kewajiban, melainkan dapat merengkuh nikmat, keutamaan dan hikmahnya.
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku (QS. Ibrahim 40)”.
Wallahu a’lam bisshowaab. []