Alfina Hidayah
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana. (Allah berfirman), “Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan Kami lipatgandakan jumlah mereka, sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat. Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).” QS. Ṣād: 41-44.
Sebagai seorang muslim, sudah barang tentu membutuhkan teladan yang dapat dijadikan figur atau panutan dalam berkepribadian, maka menjadikan tokoh-tokoh inspiratif yang kisahnya diabadikan al-Qur’ān adalah pilihan tepat. Sebab meskipun mereka belum tentu disenangi oleh manusia sekitarnya, tapi sudah pasti mereka dicintai Tuhan, bahkan sebagian dari mereka telah dijanjikan Surga-Nya. Sebut saja misalnya Rahmah istri Nabi Ayub ‘Alaihi al-Salām. Kisahnya sangat relevan sekali dengan kondisi pandemi saat ini, bagaimana Rahmah memiliki citra seorang perempuan yang penyabar, setia, dan penuh pengorbanan dalam mendampingi suaminya yang diuji dengan sakit berat dan kemiskinan.
Alkisah, setelah masa kenabian Ayub ‘Alaihi al-Salām, kehidupan dan keluarganya dianugerahi kemakmuran, berlimpah harta, binatang ternak, ladang, dan sejumlah budak yang membantu merawat ternak dan mengelola ladang. Semakin bertambah kebahagiaannya dengan kahadiran putra-putri mereka yang tumbuh baik dalam iman dan kasih sayang. Hingga kemudian Setan berupaya untuk mengganggu dengan ujian bertubi-tubi, seperti ayat yang berbunyi “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan”.
Seperti yang banyak diceritakan, Nabi Ayub ‘Alaihi al-Salām kemudian berangsur-angsur jatuh miskin, bahkan yang lebih berat adalah beliau harus kehilangan putra-putrinya dan hanya tertinggal seorang istri yaitu Rahmah disampingnya. Ujian terus bertambah dengan bertahun-tahun harus menderita penyakit yang disebutkan sangat parah -pada saat itu- sampai akhirnya sang istri harus menggantikan perannya untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup mereka berdua.
Singkat cerita, sampai-sampai pada suatu saat tidak seorangpun yang berkenan mempekerjakan Rahmah dirumah mereka karena penyakit sang suami, sehingga kondisi mereka berdua semakin sengsara dan terpuruk namun tetap menjaga iman dan taat beribadah. Pernah suatu ketika Rahmah bertemu dengan seseorang yang tak dikenal dan mengajaknya untuk mengingkari Allah Swt, hal tersebut ia sampaikan kepada Nabi Ayub ‘Alaihi al-Salām dan dengan perasaaan penuh kecewa beliau mengatakan bahwa itu adalah iblis yang akan menyesatkan mereka. Hal tersebut membuat Ayub ‘Alaihi al-Salām bersedih sampai ia mengancam akan memecut Rahmah seratus kali jika ia sembuh nanti.
Setelah bertaubat dan perasaan bersalahnya, suatu pagi Rahmah keluar rumah untuk bekerja dan dalam kesendiriannya Nabi Ayub kemudian mendengar seruan yang memerintahkannya untuk menghantamkan kedua kaki, seketika dihadapannya ia melihat sebuah kolam air yang dapat digunakan untuk minum dan mandi. “Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum”. Hingga tak lama setelahnya ia mendapati dirinya sudah kembali sehat.
Begitu Rahmah pulang, ia mencari-cari suaminya yang tak kunjung ditemukan, lalu ia bertanya kepada seorang laki-laki yang ia temui di jalan dan akhirnya tercengang saat menyadari bahwa dia adalah sang Suami. Betapa bahagianya mereka saat saling bertemu dan mengetahui keadaannya kini, meskipun selepas itu Ayub ‘Alaihi al-Salām dirundung gundah karena berarti ia harus menepati janjinya untuk memecut Rahmah mengingat kondisinya yang telah sehat kembali. Kemudian turunlah ayat “Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).” (QS. Shād: 44). Begitulah Allah Swt melimpahkan kembali karunia-Nya kepada Nabi Ayub dan istri “Maka Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat gandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Kami.” (QS. Al-Anbiyā’: 84).
Banyak pesan hikmah yang dapat dipetik dari kisah Rahmah istri Nabi Ayub ‘Alaihi al-Salām, jika sang suamidikenal karena kesabarannya menghadapi ujian, maka hal tersebut adalah sebuah kelaziman bagi seorang Nabi, manusia pilihan. Berbeda dengan Rahmah, manusia biasa sebagaimana perempuan pada umumnya, sangat ‘wajar’ jika ia mendampingi suami saat kaya raya dan bergelimang harta. Namun ia mengajarkan bagaimana seorang istri dapat mendampingi suami bukan karena keadaan yang menyertainya; baik hanya bertahan saat didera sakit dan kemiskinan atau hanya menetap ketika berada di puncak kejayaan. Rahmah adalah salah satu sosok ‘ikonik’ yang menggambarkan seorang istri dengan penuh kesabaran dan kesetiaan mendampingi suami dari keadaaan jaya hingga kondisi dimana manusia menghina dan mencerca. Tentu tidak mudah, oleh karenanya ia terus berjuang membuang rasa malu, takut dan enggan untuk bekerja keras mencari nafkah demi merawat suami tercinta hingga pada akhirnya tetap bersama sampai Tuhan mengembalikan keadaan mereka. Wallāhu A‘lam bi al-Ṣawāb []